Banyak orang masih belum menyadari bahwa QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) adalah proyek nasional karya anak bangsa. Bahkan, keberhasilannya membuat negara adidaya seperti Amerika Serikat merasa terancam. Kenapa bisa begitu? Mari kita kupas tuntas bagaimana QRIS berkembang menjadi salah satu inovasi digital paling sukses di Indonesia dan bahkan dunia.
Apa Itu QRIS?
QRIS merupakan standar kode QR nasional yang diluncurkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2020. Tujuannya sederhana namun revolusioner: menyatukan berbagai metode pembayaran digital melalui satu kode QR yang dapat digunakan oleh seluruh aplikasi pembayaran di Indonesia.
Jika sebelumnya setiap penyedia layanan memiliki kode QR sendiri (misalnya Gopay, Ovo, Dana, dsb.), QRIS memungkinkan semua aplikasi itu untuk terhubung dalam satu sistem. Konsumen cukup memindai satu kode QR, dan bisa langsung membayar menggunakan aplikasi apapun yang mereka punya. Praktis, inklusif, dan efisien.
Seberapa Sukses QRIS?
Dari sisi adopsi dan pertumbuhan, QRIS bisa dibilang adalah proyek digital paling sukses dalam sejarah Indonesia. Berikut beberapa data pencapaiannya:
-
2020 (tahun peluncuran): 124 juta transaksi dengan nilai sekitar Rp8 triliun.
-
2024: 6,24 miliar transaksi dengan nilai mencapai Rp659 triliun.
-
Pengguna aktif: sekitar 55 juta orang Indonesia.
-
Merchant: lebih dari 36 juta, mayoritas adalah pelaku UMKM.
Pertumbuhan volume transaksi mencapai 159% dari tahun sebelumnya, dan nilai transaksi naik 141%. Skala ini bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan adopsi QR code terbesar di Asia Tenggara, melampaui Thailand (PromptPay), India (UPI), Malaysia (DuitNow), dan Singapura (SGQR).
Mengapa QRIS Mengguncang Amerika?
Kesuksesan QRIS tidak hanya membuat bangga, tapi juga membuat khawatir negara lain—terutama Amerika Serikat. Pemerintah AS secara resmi menyampaikan protes terhadap sistem pembayaran Indonesia melalui United States Trade Representative (USTR). Mereka menilai QRIS dan sistem pembayaran domestik lainnya seperti GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) merugikan perusahaan Amerika seperti Visa dan Mastercard.
Sebelum adanya QRIS, Visa menguasai sekitar 57% pasar transaksi digital di Indonesia, dan Mastercard 26%. Namun kini, pangsa pasar mereka turun ke 38% dan 24%. Volume transaksi mereka pun mulai tersaingi, dengan QRIS mencatat volume $43 miliar pada 2024.
Apa penyebab kekhawatiran Amerika?
-
Kehilangan pangsa pasar dan keuntungan besar. Visa dan Mastercard biasanya mendapatkan komisi dari setiap transaksi kartu di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
-
Kontrol data dan sistem global. Amerika selama ini memiliki keunggulan dalam sistem finansial global. Munculnya sistem lokal seperti QRIS mengurangi dominasi tersebut.
-
Skema biaya yang lebih murah. QRIS, khususnya untuk UMKM dengan transaksi di bawah Rp500.000, tidak mengenakan biaya alias 0% MDR (Merchant Discount Rate). Bandingkan dengan kartu kredit Visa/Mastercard yang bisa mengenakan biaya hingga 2%.
Faktor Kunci Kesuksesan QRIS
QRIS berhasil bukan karena kebetulan, tetapi karena fondasi dan pendekatan yang tepat:
-
Standar terbuka dan nasional: Semua aplikasi pembayaran domestik, dari bank besar hingga dompet digital, bisa terhubung.
-
Infrastruktur stabil dan cepat: Hampir tidak ada gangguan teknis besar.
-
Dukungan terhadap UMKM: Inklusivitas menjadi prioritas utama.
-
Efisiensi biaya: Menurunkan hambatan masuk ke ekonomi digital bagi pelaku usaha kecil.
Bahaya di Balik Kesuksesan
Meski sangat sukses, QRIS menyimpan potensi risiko baru, terutama dari sisi politik dan kepentingan ekonomi. Setiap proyek besar yang sukses sering kali memunculkan dua hal:
-
Gesekan kepentingan politik, di mana tokoh-tokoh atau partai mulai mengklaim keberhasilan proyek ini.
-
Potensi disalahgunakan sebagai alat negosiasi, baik secara domestik maupun internasional.
Itulah mengapa keberhasilan QRIS harus dijaga dari politisasi dan intervensi yang merugikan rakyat. Jika tetap bersih dan terarah, QRIS bisa menjadi simbol kemandirian finansial nasional.
Siapa di Balik QRIS?
QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dengan dukungan berbagai pihak. Meski tidak banyak individu yang menonjol, kolaborasi antar lembaga inilah yang menjadi kekuatan utama. Asalkan tetap transparan dan profesional, proyek-proyek digital seperti ini akan terus mendukung kemajuan ekonomi Indonesia.
Kesimpulan
QRIS bukan hanya sekadar alat pembayaran digital. Ia adalah simbol kemajuan, kemandirian, dan keberhasilan Indonesia dalam membangun ekosistem keuangan inklusif dan modern. Di saat negara-negara besar masih bergantung pada sistem lama, Indonesia justru melangkah maju dengan solusi yang lebih efisien dan merakyat.
Namun ingat, menjaga keberhasilan QRIS adalah tugas kita bersama. Jangan biarkan inovasi ini tergelincir karena kepentingan politik jangka pendek. QRIS adalah bukti bahwa Indonesia bisa, dan sudah saatnya kita bangga!
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need