
Pada awal dekade 2010-an, dunia game mobile dikuasai oleh satu nama besar: Angry Birds. Game ini tidak hanya menjadi primadona di App Store, tetapi juga menjelma menjadi ikon budaya pop global. Boneka, kaos, hingga film layar lebar menjadikan Angry Birds bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang.
Namun, tak sampai satu dekade kemudian, franchise ini seolah menghilang dari radar publik. Bagaimana sebuah game sederhana bisa mendunia lalu meredup begitu cepat? Inilah kisah lengkap di balik naik-turunnya Angry Birds.
Awal Mula dan Inspirasi dari Game Lain
Angry Birds dirilis oleh perusahaan asal Finlandia, Rovio Entertainment, pada Desember 2009. Meski terlihat orisinal, ide gameplay-nya ternyata memiliki kemiripan dengan game Crush the Castle yang telah lebih dulu dirilis pada tahun yang sama. Konsep melempar proyektil ke struktur untuk menghancurkan musuh bukan hal baru.
Namun, Rovio membedakan dirinya lewat pendekatan visual yang lebih segar: karakter burung yang penuh warna, ekspresif, dan memiliki kemampuan unik masing-masing. Ditambah sistem skor kompetitif yang mendorong pemain terus bermain untuk mengalahkan rekor, Angry Birds berhasil menarik perhatian luas.
Mendunia dalam Hitungan Bulan
Setelah dirilis secara resmi, Angry Birds hanya butuh waktu beberapa bulan untuk mencapai posisi aplikasi berbayar nomor satu di lebih dari 60 negara. Franchise ini kemudian berkembang pesat:
-
Versi baru dengan tema musiman (Angry Birds Seasons), luar angkasa (Angry Birds Space), hingga kolaborasi dengan Star Wars.
-
Merchandise resmi seperti boneka, mainan, tas, dan pakaian mencapai penjualan lebih dari 10 juta unit.
-
Fitur berbayar seperti Mighty Eagle dikenalkan, memberikan cara baru untuk menyelesaikan level sulit.
Pada tahun 2011, Rovio mencetak pendapatan lebih dari 100 juta dolar, dan jumlah karyawan mereka melonjak dari 28 menjadi 224 orang. Setahun kemudian, Angry Birds mencetak sejarah sebagai game mobile pertama yang menembus 1 miliar unduhan.
Tanda-Tanda Kejenuhan
Seiring waktu, kesuksesan ini menghadapi tantangan besar. Meskipun terus merilis versi baru, gameplay dasar Angry Birds hampir tidak mengalami perubahan. Pemain mulai merasa jenuh dengan mekanisme yang itu-itu saja.
Tahun 2013, untuk pertama kalinya game utama Angry Birds merosot ke peringkat 59 di App Store. Rovio mencoba berinovasi dengan game baru seperti Angry Birds Go! (game balapan) dan Angry Birds Epic (RPG ringan), namun respon pasar tidak sebanding dengan harapan.
Angry Birds 2: Pendapatan Naik, Kepercayaan Turun
Pada Juli 2015, Rovio merilis Angry Birds 2, yang diharapkan bisa menghidupkan kembali kejayaan mereka. Namun hasilnya mengecewakan. Sistem baru seperti level acak, sistem energi yang membatasi waktu bermain, serta microtransactions yang agresif membuat banyak pemain kecewa.
Meski mendapat kritik keras, Angry Birds 2 justru mencatatkan pendapatan tertinggi dalam sejarah Rovio. Tapi ironisnya, angka penjualan tinggi ini tidak cukup untuk menyelamatkan perusahaan dari krisis keuangan: Rovio melaporkan kerugian hampir $15 juta, dan lebih dari 200 karyawan diberhentikan.
Bangkit Lewat Layar Lebar
Dalam kondisi terpuruk, Rovio diam-diam bertaruh besar dengan membuat film animasi berdasarkan franchise mereka. Dengan biaya produksi mencapai $73 juta, The Angry Birds Movie dirilis pada tahun 2016 dan berhasil meraih pendapatan lebih dari $350 juta secara global.
Kesuksesan film ini membawa angin segar. Franchise Angry Birds kembali dibicarakan, merchandise kembali laris, bahkan taman hiburan bertema Angry Birds dibuka di beberapa negara.
Namun, euforia tersebut hanya bersifat sementara.
Kesalahan Strategis dan Kemunduran
Alih-alih memperbaiki dan melestarikan game-game klasik, Rovio justru menghapus versi orisinal Angry Birds dari App Store dan Play Store. Alasan resmi mereka adalah tidak mampu memberikan pembaruan teknis, namun banyak penggemar menganggapnya sebagai pengkhianatan terhadap nostalgia masa kecil mereka.
Upaya untuk merilis ulang game klasik dengan nama baru “Red’s First Flight” di iOS juga gagal menciptakan dampak yang berarti, bahkan sulit ditemukan di toko aplikasi.
Pada tahun 2022, Rovio akhirnya merilis ulang Angry Birds Classic, namun itu menjadi satu-satunya rilis besar mereka dalam beberapa tahun terakhir. Dan pada 2023, Rovio resmi diakuisisi oleh SEGA, menandai berakhirnya sebuah era.
Penutup: Simbol Kejayaan dan Kegagalan
Kisah Angry Birds adalah pengingat bahwa kesuksesan besar dalam industri teknologi dan hiburan tidak selalu menjamin masa depan yang cerah. Ketidakmampuan untuk berinovasi, ketergantungan pada microtransactions, dan mengabaikan loyalitas pengguna bisa menjadi bumerang yang menghancurkan segalanya.
Kini Rovio tengah mengembangkan film Angry Birds ketiga, namun antusiasme yang dulu membara kini mulai meredup. Banyak penggemar lama masih menyimpan rasa cinta — dan kekecewaan — terhadap franchise ini.
Apakah kamu juga punya kenangan unik dengan Angry Birds?
Bagikan pengalamanmu di kolom komentar atau media sosial kami!
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need