
Nama Mito pasti sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang mengikuti perkembangan teknologi sejak awal 2000-an. Brand lokal ini pernah menjadi salah satu pemain utama di pasar ponsel Tanah Air, menawarkan alternatif yang lebih terjangkau dibandingkan brand-brand besar asing. Namun kini, nama Mito nyaris tak terdengar lagi. Bagaimana awal mula kisah Mito? Apa yang membuatnya begitu populer, dan mengapa akhirnya meredup? Mari kita telusuri perjalanan lengkapnya.
Awal Mula Mito: Mengisi Celah yang Terlupakan
Pada awal 2000-an, pasar ponsel di Indonesia dikuasai oleh raksasa global seperti Nokia, Sony Ericsson, Siemens, dan Motorola. Harga ponsel kala itu masih sangat tinggi, sehingga hanya kalangan tertentu saja yang mampu memilikinya. Sementara mayoritas masyarakat Indonesia — yang sebagian besar merupakan kelas menengah ke bawah — harus puas dengan ponsel sederhana, atau bahkan tidak memilikinya sama sekali.
Melihat celah ini, pada tahun 2006 lahirlah Mito, brand lokal di bawah PT Maju Express Indonesia. Mito hadir dengan visi menyediakan ponsel yang terjangkau dan bisa diakses oleh masyarakat luas. Di masa awal, Mito tidak langsung terjun ke pasar smartphone, melainkan fokus pada ponsel fitur (feature phone) dengan tombol fisik yang masih sangat diminati.
Salah satu inovasi Mito yang paling dikenang adalah ponsel dengan TV analog. Fitur ini begitu diminati karena pada masa itu TV masih menjadi hiburan utama, dan internet belum semasif sekarang. Selain TV analog, Mito juga menambahkan fitur radio, pemutar MP3, hingga dual SIM, yang sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Untuk menekan biaya, Mito melakukan kolaborasi dengan pemasok komponen dari Tiongkok. Strategi ini membuat harga ponsel Mito bisa ditekan jauh lebih murah daripada brand asing.
Di sisi distribusi, Mito juga cerdik. Mereka tidak hanya memasarkan produk di kota-kota besar, tetapi juga masuk hingga pasar tradisional, kios kecil, hingga counter pulsa di daerah-daerah pelosok. Jaringan distribusi yang luas ini menjadikan ponsel Mito mudah dijangkau oleh masyarakat di seluruh Indonesia.
Tantangan dan Persepsi Konsumen
Meski memiliki strategi yang solid, perjalanan awal Mito tidaklah mulus. Salah satu tantangan terbesarnya adalah membangun kepercayaan konsumen terhadap produk lokal.
Saat itu, banyak orang masih memandang rendah produk buatan dalam negeri. Selain itu, stigma “HP Cina” juga melekat pada Mito, membuat banyak konsumen ragu akan kualitasnya. Di sisi lain, Mito juga harus berhadapan dengan raksasa seperti Nokia, yang memiliki dana pemasaran besar dan reputasi yang sudah mapan.
Namun Mito berhasil memanfaatkan peluang yang ditinggalkan oleh para brand besar yang saat itu hanya berfokus pada segmen menengah ke atas. Dengan strategi harga terjangkau, inovasi fitur, dan distribusi merata, Mito mulai mengisi segmen pasar yang selama ini terabaikan.
Perlahan, Mito mulai mendapatkan basis konsumen loyal yang merasa bangga bisa memiliki ponsel lokal dengan harga ramah di kantong.
Masa Kejayaan Mito
Titik puncak kejayaan Mito terjadi sekitar tahun 2012. Pada masa itu, Mito sudah mulai dikenal luas, dan kepercayaan masyarakat terhadap brand lokal meningkat signifikan.
Mito juga mulai melengkapi lini produknya dengan smartphone Android, mengikuti tren global yang mulai beralih dari ponsel fitur ke smartphone.
Penjualan Mito semakin meningkat, dan nama Mito pun mulai masuk ke jajaran atas penjualan ponsel nasional. Pada periode ini, Mito berhasil menembus dominasi brand global dan menjadi salah satu pemain utama di pasar ponsel Indonesia.
Mulai Meredup: Gempuran Brand Asing
Sayangnya, kejayaan Mito tidak berlangsung lama. Masuknya berbagai brand asal Tiongkok seperti Xiaomi, Oppo, Vivo, dan Realme yang menawarkan spesifikasi lebih tinggi dengan harga bersaing membuat posisi Mito tergeser.
Brand-brand baru ini membawa inovasi yang lebih agresif, serta memiliki kekuatan dana promosi yang jauh lebih besar. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai beralih ke produk-produk tersebut yang menawarkan fitur dan kualitas yang lebih mumpuni.
Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang semakin mengutamakan performa dan desain modern juga membuat Mito semakin tertinggal.
Mito pun akhirnya kesulitan untuk bertahan di pasar yang semakin kompetitif dan cepat berubah. Nama Mito kian jarang terdengar, bahkan banyak orang mengira brand ini sudah “hilang” sepenuhnya dari pasar.
Bagaimana Nasib Mito Saat Ini?
Saat ini, Mito memang sudah jarang muncul di pasar ponsel mainstream. Namun, brand ini tidak sepenuhnya hilang. Mito masih eksis dan mencoba bertahan dengan merambah produk-produk elektronik rumah tangga seperti tablet, perangkat elektronik dapur, hingga peralatan smart home.
Walaupun tidak lagi mendominasi, Mito tetap menjadi salah satu contoh nyata bagaimana sebuah brand lokal bisa bangkit dan menembus dominasi raksasa global, meskipun pada akhirnya harus menghadapi tantangan besar.
Penutup
Perjalanan Mito menjadi pengingat berharga bahwa inovasi, distribusi yang cerdas, dan keberanian mengambil peluang adalah kunci untuk menembus pasar. Namun di saat yang sama, mempertahankan posisi di industri teknologi yang sangat cepat berubah menuntut adaptasi berkelanjutan dan inovasi yang tiada henti.
Kisah Mito bisa menjadi inspirasi sekaligus pelajaran bagi brand-brand lokal lainnya: bagaimana memanfaatkan peluang, membangun kepercayaan konsumen, serta tantangan besar yang harus dihadapi untuk bisa terus relevan.
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need